BeritaDaerahDemokrasi IndonesiaPemerintahan RakyatRelawan Politik

Relawan Politik yang Dipelihara Pemerintah Bisa Merusak Demokrasi

Admin
Thursday, 31 July 2025, July 31, 2025 WAT
Last Updated 2025-07-31T09:22:34Z

Relawan Politik yang Dipelihara Pemerintah Bisa Merusak Demokrasi

Indramayu – Dalam sistem demokrasi seperti Indonesia, kritik dan pujian terhadap pejabat publik merupakan hal yang wajar. Demokrasi hadir untuk kepentingan rakyat, dimana rakyat memiliki peran utama dalam pemerintahan. Namun, praktik demokrasi belakangan ini mulai tercoreng dengan adanya kelompok relawan yang justru membatasi ruang partisipasi masyarakat luas.


Menurut Novandi Bayu Permana, alumni Magister Ilmu Administrasi Publik Sekolah Pascasarjana UGJ Cirebon dan juga Sekretaris NU Care Lazisnu Kabupaten Indramayu, pejabat publik seharusnya bersikap adil kepada seluruh rakyat, tanpa memandang apakah mereka dulu pendukung atau lawan politik.


Ia menegaskan bahwa pemerintah adalah milik rakyat, bukan milik kelompok tertentu seperti relawan politik. Ketika relawan dibiarkan menguasai ruang publik, hal ini justru bisa memicu perpecahan di tengah masyarakat dan menghilangkan hak-hak rakyat yang seharusnya dijamin oleh negara.


“Pemerintahan itu belongs to the people — milik rakyat, bukan milik relawan yang hanya mementingkan kelompoknya sendiri,” tegas Novandi.

Lebih jauh, ia mengkritisi bahwa keberadaan relawan yang tetap dibiarkan setelah pemilu justru menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara membungkam kritik publik. Padahal, kekuasaan itu bersifat sementara dan tidak seharusnya dijaga dengan menyebarkan informasi yang membodohi masyarakat.


Menurut Novandi, pejabat publik seperti bupati, gubernur, hingga presiden yang dipilih oleh rakyat seharusnya kembali kepada rakyat. Mereka wajib merangkul semua pihak tanpa membeda-bedakan kelompok mana pun, termasuk membubarkan relawan yang bisa menjadi pemicu perpecahan di masyarakat.


Jika relawan terus dibiarkan memengaruhi kebijakan dan mengintervensi ruang publik, maka hal ini dapat merusak tatanan demokrasi yang sehat. Akibatnya, pemimpin hanya akan tampak menarik di permukaan namun gagal memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.


“Itulah yang disebut facial leader effect, pemimpin yang hanya terlihat elok namun tidak mampu memberikan manfaat nyata bagi rakyatnya,” tutup Novandi.


Demokrasi sejatinya meletakkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Maka dari itu, pejabat publik harus menjauhkan diri dari praktik diskriminatif berbasis relawan dan kembali menjadikan seluruh rakyat sebagai prioritas utama dalam setiap kebijakan. (Thoha)

TrendingMore