Lampung – Meskipun Provinsi Lampung dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam, nyatanya tingkat kemiskinan di wilayah ini masih tergolong tinggi. Berbagai faktor menjadi penyebab utama permasalahan ini, mulai dari pengelolaan sumber daya alam yang belum maksimal, hingga kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terus terjadi.
Salah satu penyebab utama lambatnya pembangunan dan rendahnya kesejahteraan masyarakat Lampung adalah kebocoran retribusi dan pajak daerah. Hasil survei yang dilakukan oleh Tim Independen Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) mengungkapkan bahwa kebocoran PAD di Lampung tergolong fantastis — bahkan disebut mencapai lebih dari 50 persen dari total PAD.
“Kebocoran ini sangat merugikan. Seharusnya PAD yang kuat bisa mendorong pembangunan di bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,” ujar perwakilan dari Tim Media Group PWDPI.
Salah satu contoh nyata kebocoran terjadi pada sektor retribusi parkir. Berdasarkan hasil uji petik di lapangan oleh tim PWDPI, pendapatan resmi dari parkir di RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM) hanya tercatat sekitar Rp400 juta per tahun, padahal secara kalkulasi logis bisa mencapai Rp1 miliar lebih.
Simulasi sederhana:
1.000 kendaraan per hari
Tarif parkir Rp3.000
30 hari x 12 bulan = 360 hari
Potensi pendapatan: Rp1,08 miliar per tahun
Itu baru dari satu titik lokasi saja. Belum lagi sumber-sumber lainnya seperti di PKOR Way Halim dan Rumah Sakit Jiwa Kurungan Nyawa, yang keduanya juga mencatatkan aktivitas kendaraan yang tinggi setiap harinya.
Selain lemahnya pengawasan, faktor korupsi, minimnya transparansi pengelolaan, dan rendahnya kesadaran wajib pajak turut menyumbang terhadap kebocoran ini. Jika tidak segera diatasi, potensi PAD yang seharusnya bisa membiayai berbagai program pembangunan justru akan terus lenyap dan berdampak pada lambannya pelayanan publik.
Tidak hanya sektor parkir, sektor lainnya seperti reklame, izin usaha, dan pelayanan publik lainnya juga rawan mengalami kebocoran serupa. Hal ini memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan internal pemerintah daerah dan belum adanya kebijakan yang tegas untuk menindak para oknum pelaku penyimpangan PAD.
Kesimpulan: Provinsi Lampung harus segera membenahi sistem pengelolaan PAD-nya dengan membentuk lembaga pengawas independen, memperkuat digitalisasi pendataan, serta menindak tegas oknum yang terbukti melakukan korupsi PAD. Tanpa perbaikan yang signifikan, upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur hanya akan menjadi wacana belaka. (Tim Media Group PWDPI)

